"Bagi
umat Budha dan Hindu, candi merupakan bangunan suci. Candi dipelihara
dengan baik karena umat Budha dan Hindu percaya bahwa para dewa
bersemayam pada bayangan itu. Namun kini bangunan candi banyak yang tak
utuh lagi. Ada candi yang memang tak selesai dibangun, adapula candi
yang rusak akibat bencana alam ataupun ulah manusia.” Itulah pendapat
seorang arkeolog Milliard, yang menjelaskan tentang candi.
Candi
Ngawen yang terletak di Desa Gunungpring, Kecamatan Muntilan, Kabupaten
Magelang Jawa Tengah ini merupakan satu dari sekian banyak candi di
Kabupaten Magelang yang bercorak Budha. Candi Ngawen memang masih kurang
dikenal oleh masyarakat. Bahkan masyarakat Magelangpun hanya sedikit
yang mengetahui keberadaannya. Jika ditinjau dari segi lokasi, Candi
Ngawen terletak tidak jauh dari pasar Muntilan. Dari Jalan Pemuda
Muntilan hanya sekitar satu kilometer ke selatan. Pendek kata, Candi
Ngawen ini berada pada lokasi yang mudah dijangkau.
Pada
awalnya Candi Ngawen ditemukan oleh Belanda . Kemudian oleh Belanda
dipugar pada tahun 1911. Menurut catatan yang ada pada pos penjagaan,
Candi Ngawen dibangun sekitar abad 8, tepatnya pada masa dinasti
Syailendra (Budha) dan dinasti Rakaipikatan (Hindu). Candi ini termasuk
dalam candi Budha meskipun dibangun oleh dua dinasti yang berbeda.
Karena dibangun pada dua dinasti inilah Candi Ngawen dijuluki Candi
Peralihan.
Candi
Ngawen bila dipandang sekilas bentuk bangunannya nyaris mirip dengan
bangunan candi Hindu. Hal ini disebabkan bangunan candi yang meruncing.
Tetapi apabila diamati dengan seksama, candi ini memiliki stupa dan
teras (undak-undak) yang menjadi simbol dalam candi-candi Budha. Selain
bangunannya yang mirip dengan candi Hindu, bentuk bangunan Candi Ngawen
memiliki sedikit banyak kesamaan dengan Candi Mendut. Candi Mendut yang
merupakan rangkaian candi Budha sekitar 5 km dari situs ini.
Kompleks
Candi Ngawen mencakup lima bangunan candi dengan letak berderet.
Terdiri dari dua candi induk dan tiga candi apit. Candi induk merupakan
candi utama, sedangkan candi apit adalah candi yang letaknya mengapit
candi induk. Candi apit juga diartikan sebagai bangunan pendamping candi
induk. Karena candi induk diapit oleh candi apit, letak dari candi
induk ada pada bangunan kedua dan keempat.
Candi
induk yang pertama merupakan satu-satunya candi yang masih lengkap
diantara empat candi lainnya. Meski paling lengkap, sayangnya, stupa
pada candi ini sudah pecah menjadi beberapa bagian sejak awal
ditemukannya. Ini membuat stupa candi tidak dipasang dan diamankan
dengan kata lain disimpan. Sebagai candi yang paling utuh, candi induk
pertama itu memang paling banyak batu penyusunnya. Dengan tujuan
pengamanan, pemerintah memperkuat sambungan batu tersebut dengan memberi
lapisan semen. Adapun untuk batu asli yang rusak, terpaksa diganti
dengan batu polosan. Batu polosan yang dimaksud adalah batu yang tidak
ber-relief seperti aslinya.
Berbeda
dengan candi induk pertama, kondisi candi induk kedua lebih parah.
Sebab pada candi induk kedua tersebut begitu banyak batu penyusun yang
pecah-pecah dan hilang. Stupanya bahkan juga hilang. Bila
diprosentasekan hanya lima puluh persen saja batu yang masih layak pada
bangunan keempat ini. Hal ini membuat bangunan keempat pada Candi Ngawen
berdiri, tetapi tidak sempurna. Hanya berlantai namun tak beratap dan
tak berdinding.
Di
samping itu, batu-batu di pelataran candi tidak sebatas batu penyusun
candi induk dan candi apit. Masih banyak lagi batu-batu lain yang
ditemukan, namun tidak termasuk dalam batu penyusun candi induk dan
apit. Batu-batu itu adalah batu lain yang hingga sekarang belum jelas
arti dan fungsinya. Batu tadi ditata rapi di taman candi. Untuk
memperindah pelataran candi, pihak pengelola menanami bunga-bunga indah,
beserta kolam lengkap dengan bunga teratai di tengahnya.
Lalu
apa fungsi Candi Ngawen? Fungsi Candi Ngawen tidak jauh beda dengan
candi-candi pada umumnya. Sesuai dengan coraknya, candi ini juga
berfungsi sebagai tempat beribadah umat Budha. Yang menjadi pembeda dari
Candi Ngawen ini ialah frekuensi digunakannya. Walau sama-sama sebagai
tempat peribadatan, namun candi ini cenderung jarang dikunjungi. Menurut
Sumedi, selaku juru pelihara di Candi Ngawen, bangunan situs yang
terletak di Muntilan ini biasanya digunakan atau dikunjungi untuk
beribadah hanya pada saat perayaan Waisak. Itu pun pengunjungnya hanya
sedikit. Kemudian taman di pelataran candi juga memiliki fungsi, yakni
untuk kenyamaan pengunjung saat mampir di candi ini. Adapun kolam di
taman memiliki fungsi untuk pengairan di wilayah pelataran candi.
Bila
kita menengok ke belakang, kurang dikenalnya Candi Ngawen oleh
masyarakat sebenarnya sangat disayangkan. Mengapa? Karena sekecil apapun
budaya bangsa itu tetap mahal nilainya. Saking tidak dikenalnya, bila
kita melakukan survey pada generasi muda di wilayah ini tentang Candi
Ngawen, sangat banyak pemuda yang bungkam tidak tahu. Kemudian dari segi
renovasi. Pada umumnya candi-candi di Indonesia apalagi candi yang
besar direnovasi hingga berulang kali. Sangat kontras dengan Candi
Ngawen yang sejak penemuannya baru dipugar sekali dan pemugarannya itu
telah dilakukan hampir seabad lalu. Jadi jangan kaget jika candi ini
tampak terlantar.
Pemerintah
Dinas Purbakala Jawa Tengah tidak melakukan renovasi lagi bukan karena
tidak peduli, tetapi karena kelayakan renovasi tidak dapat dipenuhi.
“Sebenarnya pemerintah peduli hanya saja batu-batu di candi ini banyak
yang hilang atau mungkin belum ditemukan. Dan ini yang membuat Candi
Ngawen tidak layak dipugar. Sebab dalam pemugaran candi itu ada
standarnya termasuk kelengkapan batu yang mana pada candi ini tidak
terpenuhi.” Tutur Sumedi.
Selain
itu, Candi Ngawen dapat dikatakan memiliki luas mini. Candi yang
terdiri dari lima bangunan ini terletak di tengah pedesaan dengan luas
areal tidak lebih dari luas areal Candi Mendut. Bahkan areal Candi
Ngawen malah lebih kecil dari Candi Mendut. Suasana alam yang membingkai
Candi Ngawen masih terlihat alami. Dengan warna hijau sawah yang
membentang di sekelilingnya menambah cantik pesona candi yang tak
terbaca ini.
Candi
Ngawen bila dilihat dari sisi lain memiliki aspek yang menarik. Candi
Budha mungil ini memiliki potensi yang bisa dikembangkan dengan baik.
Letaknya yang berbingkai kealamian, membuatnya sangat menarik. Apalagi
bila batu-batu penyusunnya lengkap dan candi ini dipugar kembali, tentu
keksotisan alamnya semakin memancar. Daerah sekitar candi ini juga
berpotensi untuk dijadikan desa wisata.
Candi
Ngawen merupakan bukti tidak dikenalnya peninggalan nenek moyang. Bukan
sekedar kurang dikenali, potensi yang belum digali dari peninggalan
purbakala inipun belum dicoba untuk dikembangkan. Padahal bisa saja
candi mungil ini menjadi sumber devisa, setidaknya untuk daerah
sekitarnya.
0 komentar:
Posting Komentar